Kamis, 25 April 2013

Perlindungan Konsumen



UNIVERSITAS GUNADARMA
Nama : Nani Nurhayati
Kelas / NPM : 2EB21 / (28211355)
Mata Kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi
“ Konsumen Dan Pelaku Usaha “ (Tulisan)
BAB XII

Pengertian Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mkhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. Perlindungan konsumen merupakan perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi terpenuhinya hak konsumen.

Azas-Azas Konsumen

Berikut merupakan azas-azas dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah :

Asas manfaat, asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

Asas keadilan, penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

Asas keseimbangan, melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

Asas keamanan dan keselamatan konsumen, diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

Asas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Tujuan Konsumen

Adapun tujuan dari perlindungan konsumen yang terdapat pada Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah: a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri. b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen. d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. f) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

Hak Dan Kewajiaban Konsumen

Seperti yang telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.

Sedangkan kewajiban konsumen sebagaimana telah diatur dalam pasal 5 undang-undang perlindungan konsumen, kewajiban konsumen adalah membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan atau jasa; membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati; serta mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha

Dalam Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU No. 8/1999”) menyatakan bahwa definisi pelaku usaha adalah: “Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi“.

Berdasarkan Undang-undang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 6 menjelaskan tentang apa saja yang diatur sebagai Hak Pelaku Usaha: a) hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan. b) hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik. c) hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen. d) hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang/jasa yang diperdagangkan. e) hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 7 mengenai Kewajiban Pelaku Usaha, yakni beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan; memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan atau jasa yang berlaku; memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dari atau garansi atas barang yang dibuat dan atau yang diperdagangkan; memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang diperdagangkan; dan memberi kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
 
Perbuatan Yang Dilarang Bagi Para Pelaku Usaha

Adapun macam-macam perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha, yakni segala sesuatu yang sifatnya merugikan konsumen. Berikut rincian dari perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha.
Berikut merupakan bentuk perbuatan yang dilarang bagi para pelaku usaha, yaitu a) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan; Tidak sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; dan sebagainya.
b)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa. c) Memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. d) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat ( 1 ) dan ayat ( 2 ) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Klausula Baku

Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.

  Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa Klausula Baku yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian dilarang bagi pelaku usaha, apabila dalam pencantumannya mengadung unsur-unsur atau pernyataan sebagai berikut :
  1. Pengalihan tanggungjawab dari pelaku usaha kepada konsumen;
  2. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
  3. Pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang atau jasa yang dibeli oleh konsumen;
  4. Pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli secara angsuran;
  5. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli konsumen;
  6. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;
  7. Tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan atau lanjutan dan / atau pengubahan lanjutan yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
  8. Konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
Tanggung Jawab 

Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 19 ayat 1, dimana pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat mengonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

Menurut Nurmadjito, 2000:24 Pelaku usaha yang diharuskan bertanggung jawab atas hasil usahanya adalah pelaku usaha yang melakukan kegiatan-kegiatan berikut : menghasilkan produk akhir, termasuk memproduksi bahan mentah atau komponen; mencantumkan nama, merek, atau tanda lain pada produk dengan tidak menunjukkan pihaknya sebagai produsen; mengimpor produk ke wilayah Republik Indonesia; menyalurkan barang yang tidak jelas identitas produsennya, baik produk dalam negeri maupun importirnya yang tidak jelas identitasnya; menjual jasa seperti mengembangkan perumahan atau membangun apartemen; serta menjual jasa dengan menyewakan alat transportasi atau alat berat.

Sanksi

Apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap hak konsumen, maka pelaku usaha dapat dikenakan sanksi. Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen juga mengenakan sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar hak-hak konsumen, walaupun pada dasarnya hubungan antara konsumen dan pelaku usaha merupakan hubungan ukum perdata. Berikut sanksi yang diberikan pada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran konsumen.

Ada dua sanksi yang berlaku dalam pemberian sanksi kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran hak konsumen, yaitu Sanksi administratif, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 60, BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) yang berhak menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang menggar pasal 19 ayat 2 dan 3, Pasal 20, Pasal 25, dan Pasal 26. Berupa denda uang maksimum Rp. 200.000.000. Sanksi pidana pokok, Yakni apabila pelaku usaha melakukan pelanggaran terhadap hak konsumen, selain sanksi administratif maka pelaku usaha juga dapat dikenakan sanksi pidana pokok tergangtung dengan pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi pidana pokok berupa : sanksi kurungan penjara 5 tahun atau denda Rp. 2.000.000.000 dalam Pasal 8,9,10, 13, ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan, e serta Pasal 18. Ataupun kurungan penjara 2 tahun atau denda Rp. 500.000.000 adalam Pasal 11, 12, 13, ayat (1), 14, 16, dan 17 ayat (1) huruf d dan f.

     Sumber 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar